Minggu, 03 Juni 2012

HAJI


BAB II
PEMBAHASAN
A.   HAJI
1.    Pengertian Haji
Kata Haji, ditinjau dari makna aslinya adalah mengunjungi Baitullah untuk melaksanakan ibadah.
Haji menurut bahasa ialah menyengaja untuk mengunjungi. Menurut istilah ialah sengaja mengunjungi Mekkah (Ka`bah) untuk mengerjakan ibadah yang terdiri dari tawaf, sa`I, wukuf, dan ibadah-ibadah lainnya, guna memenuhi perintah Allah dan mengharapkan keridho`an-Nya.
2.    Hukum Haji
Ibadah Haji adalah salah satu hokum Islam yang lima, yang diwajibkan oleh Allah bagi setiap muslim, yang mampu mengerjakannya, seekali dalam seumur hidupnya.
3.    Dalil wajibnya menunaikan  Haji
3 ¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y 4 `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÐÈ  
Artinya :
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. (QS. Al-Imran : 97)[1]
4.    Haji anak-anak dan Budak belian
Kedua golongan itu tidak wajib haji, tetapi bila mereka melakukannya maka Haji mereka sah, hanya tidak melunasi kewajiban dalam Islam.
5.    Mengantikan orang lain mengerjakan Haji
(Diriwayatkan oleh Buchary Muslim)
bahwa seorang wanita dari Khan`am bertanya: “Ya Rasulullah, kewajiban haji
yang difardhukan Allah atas hamba-hamba-Nya, berbetulan datangnya dengan keadaan bapakku yang telah tua Bangka hingga tidak sanggup lagi buat berkendaraan. Apakah saya haji atas namanya’? ‘Boleh’ ujar Nabi saw. Dan peristiwa ini terjadi di waktu haji wada”[2]

Barang siapa yang telah mempunyai kesanggupan untuk pergi naik haji kemudian berbalik lemah disebabkan sakit atua usia lanjut, wajiblah ia mencari penganti yang akan mengerjakan haji atas namanya, karena ia tidak mungkin lagi melakukannya sendiri disebabkan lemahnya, hingga tak ubahnya ia bagai orang yang telah meninggal dan digantikan orang lain.
6.    Haji bagi Wanita
Hanya bagi Wanita ada tambahannya yaitu ia harus disertai oleh suaminya atau muhrimnya. [3]
B.   Syarat-syarat Wajib Haji
Ø  Beberapa syarat wajib Haji adalah sebagai berikut:
a.    Beragama Islam
b.    Baligh
c.    Berakal
d.    Merdeka
e.    Kesanggupan
Ø  Adapun hal-hal yang menjadi rukun haji adalah sebagai berikut:
a.    Ihram, Yaitu keadaan bersuci diri dengan mengenakan pakaian dua helai kain putih tidak berjahit kemudian mengucapkan niat haji.
b.    Wukuf di Arafah, yaitu hadir di padang Arafah pada waktu yang ditentukan, yaitu mulai tergelincirnya matahari tanggal 9 Zulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 zulhijja.
c.    Tawaf, yaitu mengeliulingi Ka`bah.sebanyak tujuh kali dimulai dari Hajar Aswad, Ka`bah berada disebelah kiri orang Tawaf atau berkeliling berlawanan dengan arah jarum jam.
d.    Sa`I, yaitu berlari-lari kecil antara bukit Safa dan bukit Marwa sebanyak tujuh kali. Waktu mengerjakannya setalah Tawaf.
e.    Tahallul, yaitu mencukur atau mengunting rambut sekurang-kurangnya mengilangkannya tiga helai rambut.
f.     Tertib, yaitu mendahulukan yang pertama dan secara berturut-turut sampai pada yang akhir.
C.   Cara mengerjakan Haji
1.    Ihram, yaitu berniat memulai untuk ibadah haji dengan mengenakan pakaian seragam ihram, yaitu rida` (selendang) yang menutupi badan bagian atas kecuali kepala dan Izar (sarung) yang menutupi badan bagian atas.
Hal-hal berikut yang merupakan adab-adab Ihram:
·         niat
·         Kebersihan
·         Melepaskan segala pakaian biasa
·         Memakai harum-haruman
·         Shalat dua rakaat dengan niat sunnah ihram
·         Mengucapakan talbiyah dengan suara yang nyaring bagi kaum pria dan rendah bagi kaum wanita.
2.    Tawaf, yaitu mengelilingi Ka`bah sebanyak tujuh kali putaran, dimulai dari Hajar Aswad dengan posisi Ka`bah disebelah kiri orang yang tawaf.
Adapun syarat-syarat melakukan tawaf:
·         Suci dari hadas kecil dan hadas besar, serta suci dari najis.
·         Menutup Aurat
·         Ada tujuh kali putaran sempurna
·         Tawaf itu dimulai dari Hajar Aswad dan diakhiri pula di Hajar Aswad
·         Baitullah selalu disebelah kiri
·         Bertawaf diluar Baitullah dan di luar Hijir Ismail
·         Bertawf secara berturut-turut. [4]

3.    Sa`I, yaitu berlari-lari antara bukit Safa dan bukit Marwa
Adapun syarat-syarat melakukan sa`i:
·         Hendaklah dilakukan setelah tawaf
·         Sa`i dilakukan tujuh kali putaran
·         Dimulai dari bukit Safa dan diakhiri di bukit Marwa
·         Hendaklah sa`I itu dilakukan di tempatnya, yaitu jalan yang terbentang di antara Safa dan Marwa.[5]
4.    Wukuf di Arafah, Arafah adalah nama sebuah padang disebelah timur kita Mekkah yang jaraknya kurang lebih sembilan mil. Wukuf di Arafah dilakukan mulai tergelincir matahari (waktu Zuhur) tanggal 9 sebelum terbit fajar pada tanggal 10 bulan Haji. Wukuf artinya hadir di padang Arafah pada waktu tersebut.
5.    Melempar Jumrah, di lakukan pada hari raya haji dengan menggunakan batu-batu kerikil sebanyak tujuh butir. Tempat yang akan dilempar dengan kerikil itu ada tiga. Jamratul `Aqabah, Al-Wusta, Ash-Shughra.
Syarat-syarat melempar:
·         Setiap jumrah dilakukan tujuh butir batu, dilemparkan satu per Satu
·          Batu yang dilempar harus sampai ke Jumrah, yakni mencapai sasarannya
·         Yang dilempar batu kecil, tidak diperkenankan selain batu.
6.    Bermalam di Muzdalifah, tempat itu dinamakan Muzdalifah karena orang yang bermalam di Muzdalifah akan merasakan dekat dengan Allah. Dalam Al-Qur`an dinamakan masy`aril haram (monument suci) dan ditempat inilah orang diperintahkan supaya mengingat Allah.
7.    Bermalam di Mina, Mina adalah suatu kota di antara Mekkah dan Muzdalifah yang jaraknya 8 km dari Muzdalifah. Apabila telah sampai di Mina para jama`ah haji langsung menuju tempat melempar jumrah Aqabah dengan posisi berdiri dengan kiblat di sebelah kiri, dan Mina sebalah kanan. Bermalam di Mina dilakukan pada hari Tasyriq, yaitu tanggal 11,12, dan 13 bulsn haji. Berdasarakan hadis Rasulullah SAW.
Artinya: “Dari Aisyah, Nabi besar SAW, telah tinggal di Mina selama hari Tasyriq, beliua melempar jumrah apabila matahari telah cenderung ke sebelah barat, tiap-tiap jumrah di lempar dengan tujuh batu kecil. (HR. Ahmad da Abu Dawud).
8.    Tahallul, yaitu penghalalan beberapa larangan dalam berihram. Adapun penghalalannya misalnya memakai pakaian biasa, memakai minyak wangi, bercukur dan lain sebagainya.
9.    Sunah dan larangan

Ø  Sunah Haji
a.    Haji Ifrad artinya cara melakukan ibadah haji secara terpisah dari ibadah umrah dengan mendahulukan ibadah haji.
b.    Membaca Talbiyah dengan suara yang keras bagi kaum laki-laki, sedangakn bagi wanita cukup didengarnya sendiri.
c.    Berdo`a sesudah membaca Talbiyah
d.    Membaca dzikir waktu wukuf
e.    Salat dua rakaat setelah mengerjakan tawaf
f.     Memasuki Ka`bah

Ø  Larangan dalam Haji
a.    Bersetubuh, bermesra-mesraan, berbuuat maksiat, dan bertengkar dakam haji
b.    Dilarang menikah atau minikahkan
c.    Dilarang memakai pakaian berjahit, harum-harum, memakai kain yang dicelup, menutup kepala, memakai sepatu yang menutupi mata kaki.
d.    Perempuan dilarang menutup muka dan dua telapak tangan
e.    Dilarang menghilangkan rambut dan bulu badan, memotong kuku selama haji, kecuali sakit tetapi wajib membayar Dam.
f.     Dilarang berburu atau membunuh binatang liar yang halal dimakan. [6]
D.   Macam-macam Haji
Para ulama mazhab sepakat bahwa haji ada tiga macam:
1.    Haji Tamattu`
Arti nya melakuakan amaalan-amalan umrah terlebih dahulu pada bulan-bulan haji, setelah selesai baru me;laksanakan amalan-amalan haji. Cara ini wajib membayar dam nusuk (ibadah).
2.    Haji Ifrad
Artinya melakuakn haji terlebih dahulu, dan telah selesai dari amalan-amalna haji, ia melakukan ihram untuk umrah, kemudian melakukan amalan-amalan umrah. Cara ini tidak wajib membayar dam.
3.    Haji Qiran
Artinya mengerjakan haji dan umrah didalam satu niat dan satu pekerjaan sekaligus. Dengan mengatakan:
ﻠﺒﻴﻚ ﺍﻟﻟﻬﻢ ﺒﺤﺞ ﻭ ﻋﻤﺭﺓ
(Ya allah , aku ber-talbiyah(memenuhi panggilanm-mu) dengan melakukan haji dan umrah).
Cara ini wajib membayar dam nusuk (ibadah).[7]
E.   Dam dan Denda
Jenis-jenis dam (denda) yaitu:
1.    Dam (denda) karena memilih Tamattu` atau Qiran. Dendanya adalah menyembelih seekor kambing (qurban) dan bila tidak dapat berkurban, maka wajib puasa tiga hari pada masa haji dan tujuh hari setelah pulang ke negerinya masing-masing.
2.    Dam (denda) meninggalkan ihram dari miqatnya, tidak melmpar jumrah, tidak bermalam di Muzdalifah dan Mina, meninggalkan tawaf wada`, terlambat wukuf di Arafah, dendanya ialah memotong seekor kambing kurban.
3.    Dam (denda) karena bersetubuh sebelum Tahallul pertama, yang membatalkan haji dan umrah. Dendanya menurut sebagian ulama ialah menyembelih seekor unta, kalau tidak sanggup maka seekor sapi, kalau tidak sanggup juga, maka dengan makanan seharga unta yang di sedekahkan kepada fakir miskin di tanah haram, atau puasa sehariuntuk tiap-yiap seperempat gantang makanan dari harga untuk tersebut.
4.    Dam (denda) karena mengerjakan hal-hal yang dilarang selagi ihram, yaitu bercukur, memotong kuku, berminyak, berpakaian yang dijahit, bersetubuh setelah tahallul pertama. Dendanya boleh memilih diantara tiga, yaitu menyembelih seekor kambing kurban, puasa tiga hari atau sedekah makanan untuk 6 orang miskain sebanyak 3 sha` (kurang lebih 9,5 liter)
5.    Orang yang membunuh binatang buruan wajib membayar dendadengan ternak yang sama dengan ternak yang ia bunuh.
6.    Dam sebab terlambat sehingga tidak dapat meneruskan ibadah haji dan umrah, baik terha;lang ditanah suci atau tanah halal, maka bayarlah dam( denda) menyembelih seekor kambing dan berniatlah tahallul (menghalalkan yang haram) dan bercukur ditempat terlambat itu.[8]

  



[1]               Abidin Slamet. Suyono moh, Fikih Ibadah, Jakarta: CV Pustaka Setia, 1998, hlm 261-263.      
[2]               Bahreisy Salim, Tarjamah Riadhus Shalihin II, Bandung: PT Alma`arif, 1987, hlm 264.
[3]               Saqib Sayyid, Fikih Sunnah 5, Bandung: PT Alma`arif, 1978, hlm 47-51.
[4]               Abidin Slamet. Suyono moh, Fikih Ibadah, Jakarta: CV Pustaka Setia, 1998, hlm 271-272.
[5]               Saqib Sayyid, Fikih Sunnah 5, Bandung: PT Alma`arif, 1978, hlm 203.

[6]               Abidin Slamet. Suyono moh, Fikih Ibadah, Jakarta: CV Pustaka Setia, 1998, hlm 291-302
[7]               Mughniyah Jawad Muhammad, Piqih Lima Mazhab, Cetakan 19, Jakarta: Lentera, 2007, hlm 222
[8]               Abidin Slamet. Suyono moh, Fikih Ibadah, Jakarta: CV Pustaka Setia, 1998, hlm 303-305